Jenis rusa di Indonesia adalah rusa Timor (Cerfus temurensis), rusa Sambar (Cerfus unicalor), rusa Bawean (Axis Kuhlii), Kijang (Muntiakus Muntjak), dan rusa Totol (Axsis Axsis). Rusa tersebut tersebar diseluruh wilayah nusantara terutama di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara serta Irian jaya.
Empat jenis asli Indonesia terdiri dari rusa Timor, rusa Sambar, rusa Bawean dan Kijang. Berdasarkan bentuk strukturnya Sambar memiliki tubuh yang sangat besar diikuti rusa Timor dan rusa Bawean, sementara Kijang merupakan jenis rusa yang paling kecil.
Rusa Bawean pertama kali diidentifikasi pada tahun 1845 sebagi Cervus Kuhlii.
Bemmel (Semiadi, 1999) menyebutkan tentang klasifikasi rusa Bawean adalah sebagai berikut:
Ordo: Artiodactyla
Sub ordo: Ruminansia
Infra ordo: Pecora
Famili: Cervidae
Sub family: Cerfinae
Genus: Axis
Spesies: Axis Kuhlii
MORFOLOGI
Morfologi rusa Bawean ( Axis Kuhlii) sebagai berikut :
1. TINGGI BADAN 60 – 70 Cm
2. PANJANG BADAN 105 – 115 Cm
3. BERAT BADAN ± 50 Kg
4. PANJANG EKOR BERKISAR 20 Cm BERWARNA COKLAT DAN KEPUTIHAN DILIPATAN BAGIAN DALAMNYA
5. CIRI ISTEMEWA LAINNYANYA ADALAH ADANYA GIGI TARING PADA RAHANG BAWAHNYA
6. BULUNYA BERWARNA COKLAT PENDEK, KECUALI PADA BAGIAN LEHER.
7. SEKITAR MATA BERWARNA PUTIH TERANG
8. DI SEKITAR MULUT BERWARNA SEDIKIT TERANG DIBANDING MUKA YANG DIPISAHKAN OLEH GARIS KEHITAMAN
9. BAHU DEPAN LEBIH RENDAH DARI PADA BAGIAN BELAKANG SEHINGGA TERKESAN MERUNDUK SEPERTI KIJANG
10. PADA ANAK RUSA SERING TERDAPAT TOTOL-TOTOL YANGA ADA DALAM WAKTU SINGKAT DAN SETELAH ITU MENGHILANG
Rusa Bawean jantan dewasa mempunyai sepasang tanduk bercabang tiga, sedangkan rusa jantan muda ranggahnya belum bercabang.
Ranggah mulai tumbuh pada saat rusa berumur 8 bulan. Mula-mula berupa tonjolan disamping dahinya, kemudian memanjang dan tumbuh lengkap pada umur 20-30 bulan. Selanjutnya ranggah ini akan tanggal dan digantikan oleh sepasang ranggah yang lain dengan satu cabang demikian seterusnya sampai tanduk tersebut lengkap bercabang tiga, yaitu pada saat rusa berumur 7 tahun.
FISIOLOGI
Diyakini bahwa rusa Bawean tidak memiliki masa musim kimpoi yang tetap. Dari hasil penelitian masa kelahiran anak rusa Bawean adalah di bulan Februari hinnga Juni, dengan masa perkawianan antara bulan Juli hingga November.
PERILAKU KAWIN
Musim kawin terjadi di bukan Juli sampai November, pada saat musim kemarau sedang berlangsung. Masa bunting 7-8 bulan dan diharapkan anak rusa akan lahir dimusim hujan yaitu sekitar Feburuari sampai Juni. Pada saat ini tumbuh-tumbuhan bertunas sehingga akan tersedia cukup makanan bagi anak dan induk yang melahirkan.
Untuk memperebutkan betina didahului dengan perkelahian diantara pejantan-pejatan. Bekas gosokan tanduk pada batang-batang pohon merupakan petunjuk bagi rusa betina akan adanya sang jantan. Sedangkan rusa betina sendiri mengeluarkan cairan dari celah-celah jarinya dengan mengandalkan penciumannya.
PERILAKU HARIAN DI HUTAN
Kegiatan hidup rusa Bawean terutama berlangsung pada malam hari (nocturnal). Rusa bawean aktif berkelana mulai pukul 17.00 sampai pukul 21.00 dan mulai menurunkan aktifitasnya pada pukul 02.00 dini hari sampai pukul 05.00 pagi. Pada siang hari rusa Bawean biasanya menghabiskan waktu untuk beristirahat.
POPULASI
Sejak pertama kali rusa Bawean ditemukan oleh para peneliti, tidak pernah dilaporkan secara rinci keadaan populasi di habitat aslinya. Catatan tertua yang membahas secara selintas tentang keadaan populasi rusa Bawean ini adalah dari hasil publikasi tahun 1953. Dilaporakan bahwa ke tika tahun 1928 dilakukan exspedisi penelitian tentang rusa ini dihabitat aslinya, para peneliti tidak dapat menemukan sekor rusapun di lapangan, terkecuali beberapa ranggah yang telah luluh yang dibawa oleh masyarakat setempat. Hal ini setidaknya menggambarkan keadaan populasi rusa yang memang mungkin rendah, disamping kemungkinan karena perilakunya yang lebih menyukai daerah bersemak dan bersembunyi. Namun hal ini (komunikasi peribadi) menyatakan bahwa semasa jaman kakeknya (era 1040an) dan dirinya (era 1960an) para pemburu lokal dalam setiap aksifitas perburuannya selalau berhasil untuk mendapatkan seekor rusa untuk setiap pemburu. Dalam suatu kelompok pemburu adalah antara satu hingga tiga orang. Sistem penangkapan adalah dengan cara pemasangan jerat leher atau lubang perangkap
Walau tidak pernah dikemukakan keadaan populasi rusa yang ada dimasa lampau. Bahwa kelestarian rusa Bawean mulai terusik sekitar tahun 1948, ketika terjadi kelaparan. Rakyat yang biasanya berlayar dan memancing dilaut , dengan aktifitas berburu dan berladang sebagi kegiatan sambilan. Akhirnya mengubah sikap hidupnya menjadi pemburu penuh guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu diduga bahwa gangguan terberat pada habitat rusa Bawean sebenarnya mulai terjadi sekitar tahun 1934 karena proses deforestarasi dengan penanaman pohon jati (Tectona garandis), yang kemudian disusul dengan penurunan populasi. Gangguan terhadap habitat asli ini terulang kembali sekitar tahun 1960an ketika terjadi penebangan pohon hutan, yang tersisa untuk ditanami pohon jati ( Halimi, komunikasi peribadi). Satu-satunya surfai yang paling intensif yang pernah dilakukan guna untuk mengatuhi keadaan populasi rusa Bawean adalah surfai yang dilakukan dari bulan September 1977 sampai Mei 1979. Dari laporan tersebut dilaporkan bahwa populasi rusa Bawean pada saat itu berkisar antara 200-400 ekor. Dari hasil surfai tersebut pula pada akhirnya beberapa daerah di Pulau Bawean dijadikan kawasan lindung catatan resmi dalam IUCN saat ini masih menggunakan data tahun 1979 yang menyatakan bahwa dihabitat aslinya jumlah rusa Bawean diperkirakn mencapai 400 ekor dan dalam penangkaran berjumlah 102 ekor yang berada dikebun binatang Surabaya dan Singapura. Penurunan populasi di alam bebas yang terjadi sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagi akibat penurunan habitat, perburuan dan anjing liar.
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
HABITAT
Habitat merupakan tempat hidup populasi satwa liar untuk dapat berkembang baik dengan optimal (Djuwantoko, 1986). Habitat yang ideal bagi satwa adalah yang mencakup kebutukan biologis dan ekolologis satwa yang bersangkutan. Artinya habitat satwa dapat memenuhi kebutuhan biologis satwa ( makan, minum, berlindung ,bermain, berkembang biak ) dan dapat memenuhi kebutuhan ekologis dalam ekosistem.
Pulau Bawean sebagi habitat asli dari rusa Bawean, terletak 150 km sebelah utara Surabaya, dikawasan Laut Jawa. Luas total Pulau Bawean sekitar 190 km² dengan daerah yang bergunung (400-646 m dpl) berada di sekitar barat dan tengah pulau. Musim kemarau berlangsung mulai bulan Agustus hingga November dan dilanjutkan dengan musim penghujan dengan disertai angin Berat yang kencang pada awal musim penghujan.
Bentangan pegunungan yang ada mempunyai kelerengan antara 5%-75%, namun sejak tahun 1934 banyak areal pegunungan yang vegetasinya berganti dengan pohon jati. Daerah inilah yang menjadi sisa habitat asli rusa Bawean.
PENANGKARAN
Saat ini satu-satunya tempat penangkaran hewan langka itu hanya berada di Desa Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang dilakukan oleh warga setempat dengan dana pribadi.
Sudirman, adalah warga yang rela mengeluarkan biaya operasinal untuk perawatan dan pengembangbiakan rusa bawean tersebut. Lokasi penangkaran itu itu ramai dikunjungi warga setempat atau wisatawan nusantara dan mancanegara, baik pada liburan sekolah atau hari libur nasional lainnya.
"Biaya operasional untuk perawatan mencapai Rp 1,5 juta per bulan," katanya. Namun, diakui, sekalipun banyak pengunjung di hari libur, seperti hari raya, tahun baru, atau liburan sekolah, dikenai tiket masuk sebesar Rp3.000,00 itu belum bisa menutup biaya operasional.
"Tapi saya percaya, rusa Bawean ini adalah aset termahal, tidak hanya di Indonesia tapi, juga di mancanegara, karena rusa ini habitat asliya di Bawean, buktiya saat ini orang dari luar negeri datang ke sini," kata Sudirman saat di kunjungi ditempat penangkaranya itu.
Wisatawan dari luar negeri, kata Sudirman, biasanya berasal dari Polandia, Australia, Belgia, Perancis, Jepang, Australia, Malaysia, dan Singapura. Kedatangan mereka ada yang sekedar berwisata ada juga yang melakukan penelitian. "Tapi kedatangan pengunjung dari luar negeri tidak bisa dipastikan jumlah tiap tahunnya," jelas Sudirman
Sudirman berharap ada perhatian dari pemerintah untuk pengembangan penangkaran spesies langka ini menjadi tempat wisata pendidikan, penelitia, dan ekowisata. "Untuk wisata edukasi sangat potensial, karena potensi Bawean i banyak yang belum diketahui oleh masyarakat Jawa Timur," tandasnya.
Secara bertahap, Sudirman akan memperluas areal penangkaranya meski terpaksa dengan uang pribadinya. Saat ini luas lahan penangkaran hanya 0,7.hektare. Lahan seluas itu sangat sempit untuk populasi rusa Bawean yang saat ini teah berjumlah 20 ekor itu, sebelas diantaranya betina, sedangkan sembilan lainnya jantan.
"Tahun 2003, awal mula penangkaran ini dirintis dengan hanya dua ekor rusa. Dua rusa itu dari hutan yang terlantar masuk kampung itu saya rawat di kandang yang saya bangun di kawasan rumah saya di Pudakit Barat, yang letaknya tidak jauh dari penangkaran ini. Tidak lama kemudian, ada tiga ekor rusa lagi yang terlantaruntuk ditampung, selanjutnya saya bangun penangkaran ini untuk merawat lima ekor rusa asal hutan itu," katanya.
Dari lima ekor rusa itu sekarang kini menjadi 20 ekor, hasil perkembangbiakan secara alami di penangkaran ini," jelasnya.
Sudirman menjelaskan, selain perluasan areal kandang penangkaran, rencananya di areal penagkaran ini akan dibangun kolam renang, lesehan yang menyajikan makanan khas Bawean, serta taman bermain untuk anak-anak.
"Untuk pengunjung anak-anak, selain tujuan utama mengenalkan rusa Bawean, kita juga akan mendekatkan mereka dengan lingkungan alam, mengajak mereka peduli dengan penghijauan, kita ajak mereka menanam tanaman di sekitar areal penangkaran ini," ungkap pria yang juga mantan guru di salah satu sekolah dasar di Surabaya itu.
Selain pemerintah provinsi, Pemerintah Kabupaten Gresik sendiri juga tidak peduli dengan keberadaan rusa Bawean ini. "Padahal, kami memberikan sumbangan retribusi dari karcis masuk pengunjung. Karcis masuknya Rp3.000,00 per orang.
Mengenai jumlah pengunjung, ia menyebutkan, bisa mencapai 6.000 orang pada saat liburan dan uang itu masuk untuk sumbangan PAD (pendapatan asli daerah) kabupaten, tapi apa yang diberikan pemkab Gresik untuk penangkaran ini," cetusnya.
Bantuan yang pernah dia terima dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor berupa pengembangan kandang rusa, kemudian bantuan dari Universitas Gajah Mada (UGM) berupa penkaderan, dan bantuan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur.
Sementara, untuk mencapai lokas cukup susah, karena berada di kaki Gunung Gadung dan berbatasan langsung dengan hutan konservasi Bawean itu. Bagi pengunjung luar Bawean terpaksa harus menyewa kendaraan pribadi, baik mobil atau sepeda motor, atau naik ojek untuk bisa menuju penangkaran yang sebenarnya hanya berjarak sekitar enam kilometer dari Pelabuhan Sangkapura itu, sebab tidak ada angkutan umum menuju ke sana.
Jalanya terjal dan sempit, apalagi sekitar satu kilometer sebelum lokasi penangkaran jalannya tidak beraspal, hanya bebatuan dan tanah, tidak jarang juga becek dan licin ketika musim hujan.
Menurut Sudirman, ini adalah bukti kurangnya kepedulian pemerintah terhadap pengembangan penangkaran ini. “Jalan itu dulu dibangun atas swadaya masyarakat setempat,” tandas pria yang juga pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan yaitu, Lembaga Masyarakat Berwawasan Hayati (Lembah) itu.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Suwarto mengatakan, semua jenis rusa, ketika dipamerkan tanpa diberi nama, orang menilainya akan sama saja jenis-jenis rusa itu. Untuk itu, diperlukan promosi untuk mengenalkan rusa bawean ini kepada masyarakat.
Untuk penangkaran rusa Bawean di Pudakit Barat ini, Suwarto menilai ada perkembangan, artinya berhasil mengembangbiakkan meskipun jumlahnya sedikit. “Karena penangkaran ini satu-satunya di Pulau Bawean perlu ada keterlibatan pemerintah setempat untuk mengenalkan ke masyarakat menjadi objek wisata terbatas untuk penelitian dan pendidikan. Apalagi rusa ini termasuk langka dan nyaris punah,” kata pria yang juga mantan Kabid TU BKSDA Jawa Timur itu saat berkunjung ke penangkaran rusa bawean di Pudakit Bara.
Selain itu, Suwarto meminta Sudirman supaya mengajukan usulan kepada pemerintah daerah setempat supaya lokasi penangkaran miliknnya itu menjadi salah satu bagian paket-paket wisata di Bawean. "Materi sudah ada, tinggal upaya pemerintah mengembangkannya," kata Suwarto sambil menegaskan ketika infrastruktur jalan dan listrik sudah bagus, pariwisata di Bawean tidak akan kalah dengan Bali.
JENIS-JENIS MAKANAN RUSA BAWEAN
Nama lokal :
1. Daun Anjhujhu
2. Tale Caceng
3. Daun Gundang
4. Daun Nangka
5. Daun Kenyang-kenyang
6. Daun Gheddhung
7. Rumput Gajah
8. Rumput Ladang
9. Tale Atta
10. Daun ampelas
11. Daun lambese
12. Daun andudur
13. Daun pelle
14. Daun ampere
15. Rumput lending-ledingan
16. Daun kangkung tajhin
17. Rumput lapeddhung
18. Daun kacang
19. Buah nangka
20. Buah gheddheng
21. Buah pellem dan masih banyak jenis daun,rumput, dan buah2an lainnya.
Empat jenis asli Indonesia terdiri dari rusa Timor, rusa Sambar, rusa Bawean dan Kijang. Berdasarkan bentuk strukturnya Sambar memiliki tubuh yang sangat besar diikuti rusa Timor dan rusa Bawean, sementara Kijang merupakan jenis rusa yang paling kecil.
Rusa Bawean pertama kali diidentifikasi pada tahun 1845 sebagi Cervus Kuhlii.
Bemmel (Semiadi, 1999) menyebutkan tentang klasifikasi rusa Bawean adalah sebagai berikut:
Ordo: Artiodactyla
Sub ordo: Ruminansia
Infra ordo: Pecora
Famili: Cervidae
Sub family: Cerfinae
Genus: Axis
Spesies: Axis Kuhlii
MORFOLOGI
Morfologi rusa Bawean ( Axis Kuhlii) sebagai berikut :
1. TINGGI BADAN 60 – 70 Cm
2. PANJANG BADAN 105 – 115 Cm
3. BERAT BADAN ± 50 Kg
4. PANJANG EKOR BERKISAR 20 Cm BERWARNA COKLAT DAN KEPUTIHAN DILIPATAN BAGIAN DALAMNYA
5. CIRI ISTEMEWA LAINNYANYA ADALAH ADANYA GIGI TARING PADA RAHANG BAWAHNYA
6. BULUNYA BERWARNA COKLAT PENDEK, KECUALI PADA BAGIAN LEHER.
7. SEKITAR MATA BERWARNA PUTIH TERANG
8. DI SEKITAR MULUT BERWARNA SEDIKIT TERANG DIBANDING MUKA YANG DIPISAHKAN OLEH GARIS KEHITAMAN
9. BAHU DEPAN LEBIH RENDAH DARI PADA BAGIAN BELAKANG SEHINGGA TERKESAN MERUNDUK SEPERTI KIJANG
10. PADA ANAK RUSA SERING TERDAPAT TOTOL-TOTOL YANGA ADA DALAM WAKTU SINGKAT DAN SETELAH ITU MENGHILANG
Rusa Bawean jantan dewasa mempunyai sepasang tanduk bercabang tiga, sedangkan rusa jantan muda ranggahnya belum bercabang.
Ranggah mulai tumbuh pada saat rusa berumur 8 bulan. Mula-mula berupa tonjolan disamping dahinya, kemudian memanjang dan tumbuh lengkap pada umur 20-30 bulan. Selanjutnya ranggah ini akan tanggal dan digantikan oleh sepasang ranggah yang lain dengan satu cabang demikian seterusnya sampai tanduk tersebut lengkap bercabang tiga, yaitu pada saat rusa berumur 7 tahun.
FISIOLOGI
Diyakini bahwa rusa Bawean tidak memiliki masa musim kimpoi yang tetap. Dari hasil penelitian masa kelahiran anak rusa Bawean adalah di bulan Februari hinnga Juni, dengan masa perkawianan antara bulan Juli hingga November.
PERILAKU KAWIN
Musim kawin terjadi di bukan Juli sampai November, pada saat musim kemarau sedang berlangsung. Masa bunting 7-8 bulan dan diharapkan anak rusa akan lahir dimusim hujan yaitu sekitar Feburuari sampai Juni. Pada saat ini tumbuh-tumbuhan bertunas sehingga akan tersedia cukup makanan bagi anak dan induk yang melahirkan.
Untuk memperebutkan betina didahului dengan perkelahian diantara pejantan-pejatan. Bekas gosokan tanduk pada batang-batang pohon merupakan petunjuk bagi rusa betina akan adanya sang jantan. Sedangkan rusa betina sendiri mengeluarkan cairan dari celah-celah jarinya dengan mengandalkan penciumannya.
PERILAKU HARIAN DI HUTAN
Kegiatan hidup rusa Bawean terutama berlangsung pada malam hari (nocturnal). Rusa bawean aktif berkelana mulai pukul 17.00 sampai pukul 21.00 dan mulai menurunkan aktifitasnya pada pukul 02.00 dini hari sampai pukul 05.00 pagi. Pada siang hari rusa Bawean biasanya menghabiskan waktu untuk beristirahat.
POPULASI
Sejak pertama kali rusa Bawean ditemukan oleh para peneliti, tidak pernah dilaporkan secara rinci keadaan populasi di habitat aslinya. Catatan tertua yang membahas secara selintas tentang keadaan populasi rusa Bawean ini adalah dari hasil publikasi tahun 1953. Dilaporakan bahwa ke tika tahun 1928 dilakukan exspedisi penelitian tentang rusa ini dihabitat aslinya, para peneliti tidak dapat menemukan sekor rusapun di lapangan, terkecuali beberapa ranggah yang telah luluh yang dibawa oleh masyarakat setempat. Hal ini setidaknya menggambarkan keadaan populasi rusa yang memang mungkin rendah, disamping kemungkinan karena perilakunya yang lebih menyukai daerah bersemak dan bersembunyi. Namun hal ini (komunikasi peribadi) menyatakan bahwa semasa jaman kakeknya (era 1040an) dan dirinya (era 1960an) para pemburu lokal dalam setiap aksifitas perburuannya selalau berhasil untuk mendapatkan seekor rusa untuk setiap pemburu. Dalam suatu kelompok pemburu adalah antara satu hingga tiga orang. Sistem penangkapan adalah dengan cara pemasangan jerat leher atau lubang perangkap
Walau tidak pernah dikemukakan keadaan populasi rusa yang ada dimasa lampau. Bahwa kelestarian rusa Bawean mulai terusik sekitar tahun 1948, ketika terjadi kelaparan. Rakyat yang biasanya berlayar dan memancing dilaut , dengan aktifitas berburu dan berladang sebagi kegiatan sambilan. Akhirnya mengubah sikap hidupnya menjadi pemburu penuh guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu diduga bahwa gangguan terberat pada habitat rusa Bawean sebenarnya mulai terjadi sekitar tahun 1934 karena proses deforestarasi dengan penanaman pohon jati (Tectona garandis), yang kemudian disusul dengan penurunan populasi. Gangguan terhadap habitat asli ini terulang kembali sekitar tahun 1960an ketika terjadi penebangan pohon hutan, yang tersisa untuk ditanami pohon jati ( Halimi, komunikasi peribadi). Satu-satunya surfai yang paling intensif yang pernah dilakukan guna untuk mengatuhi keadaan populasi rusa Bawean adalah surfai yang dilakukan dari bulan September 1977 sampai Mei 1979. Dari laporan tersebut dilaporkan bahwa populasi rusa Bawean pada saat itu berkisar antara 200-400 ekor. Dari hasil surfai tersebut pula pada akhirnya beberapa daerah di Pulau Bawean dijadikan kawasan lindung catatan resmi dalam IUCN saat ini masih menggunakan data tahun 1979 yang menyatakan bahwa dihabitat aslinya jumlah rusa Bawean diperkirakn mencapai 400 ekor dan dalam penangkaran berjumlah 102 ekor yang berada dikebun binatang Surabaya dan Singapura. Penurunan populasi di alam bebas yang terjadi sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagi akibat penurunan habitat, perburuan dan anjing liar.
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
HABITAT
Habitat merupakan tempat hidup populasi satwa liar untuk dapat berkembang baik dengan optimal (Djuwantoko, 1986). Habitat yang ideal bagi satwa adalah yang mencakup kebutukan biologis dan ekolologis satwa yang bersangkutan. Artinya habitat satwa dapat memenuhi kebutuhan biologis satwa ( makan, minum, berlindung ,bermain, berkembang biak ) dan dapat memenuhi kebutuhan ekologis dalam ekosistem.
Pulau Bawean sebagi habitat asli dari rusa Bawean, terletak 150 km sebelah utara Surabaya, dikawasan Laut Jawa. Luas total Pulau Bawean sekitar 190 km² dengan daerah yang bergunung (400-646 m dpl) berada di sekitar barat dan tengah pulau. Musim kemarau berlangsung mulai bulan Agustus hingga November dan dilanjutkan dengan musim penghujan dengan disertai angin Berat yang kencang pada awal musim penghujan.
Bentangan pegunungan yang ada mempunyai kelerengan antara 5%-75%, namun sejak tahun 1934 banyak areal pegunungan yang vegetasinya berganti dengan pohon jati. Daerah inilah yang menjadi sisa habitat asli rusa Bawean.
PENANGKARAN
Saat ini satu-satunya tempat penangkaran hewan langka itu hanya berada di Desa Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang dilakukan oleh warga setempat dengan dana pribadi.
Sudirman, adalah warga yang rela mengeluarkan biaya operasinal untuk perawatan dan pengembangbiakan rusa bawean tersebut. Lokasi penangkaran itu itu ramai dikunjungi warga setempat atau wisatawan nusantara dan mancanegara, baik pada liburan sekolah atau hari libur nasional lainnya.
"Biaya operasional untuk perawatan mencapai Rp 1,5 juta per bulan," katanya. Namun, diakui, sekalipun banyak pengunjung di hari libur, seperti hari raya, tahun baru, atau liburan sekolah, dikenai tiket masuk sebesar Rp3.000,00 itu belum bisa menutup biaya operasional.
"Tapi saya percaya, rusa Bawean ini adalah aset termahal, tidak hanya di Indonesia tapi, juga di mancanegara, karena rusa ini habitat asliya di Bawean, buktiya saat ini orang dari luar negeri datang ke sini," kata Sudirman saat di kunjungi ditempat penangkaranya itu.
Wisatawan dari luar negeri, kata Sudirman, biasanya berasal dari Polandia, Australia, Belgia, Perancis, Jepang, Australia, Malaysia, dan Singapura. Kedatangan mereka ada yang sekedar berwisata ada juga yang melakukan penelitian. "Tapi kedatangan pengunjung dari luar negeri tidak bisa dipastikan jumlah tiap tahunnya," jelas Sudirman
Sudirman berharap ada perhatian dari pemerintah untuk pengembangan penangkaran spesies langka ini menjadi tempat wisata pendidikan, penelitia, dan ekowisata. "Untuk wisata edukasi sangat potensial, karena potensi Bawean i banyak yang belum diketahui oleh masyarakat Jawa Timur," tandasnya.
Secara bertahap, Sudirman akan memperluas areal penangkaranya meski terpaksa dengan uang pribadinya. Saat ini luas lahan penangkaran hanya 0,7.hektare. Lahan seluas itu sangat sempit untuk populasi rusa Bawean yang saat ini teah berjumlah 20 ekor itu, sebelas diantaranya betina, sedangkan sembilan lainnya jantan.
"Tahun 2003, awal mula penangkaran ini dirintis dengan hanya dua ekor rusa. Dua rusa itu dari hutan yang terlantar masuk kampung itu saya rawat di kandang yang saya bangun di kawasan rumah saya di Pudakit Barat, yang letaknya tidak jauh dari penangkaran ini. Tidak lama kemudian, ada tiga ekor rusa lagi yang terlantaruntuk ditampung, selanjutnya saya bangun penangkaran ini untuk merawat lima ekor rusa asal hutan itu," katanya.
Dari lima ekor rusa itu sekarang kini menjadi 20 ekor, hasil perkembangbiakan secara alami di penangkaran ini," jelasnya.
Sudirman menjelaskan, selain perluasan areal kandang penangkaran, rencananya di areal penagkaran ini akan dibangun kolam renang, lesehan yang menyajikan makanan khas Bawean, serta taman bermain untuk anak-anak.
"Untuk pengunjung anak-anak, selain tujuan utama mengenalkan rusa Bawean, kita juga akan mendekatkan mereka dengan lingkungan alam, mengajak mereka peduli dengan penghijauan, kita ajak mereka menanam tanaman di sekitar areal penangkaran ini," ungkap pria yang juga mantan guru di salah satu sekolah dasar di Surabaya itu.
Selain pemerintah provinsi, Pemerintah Kabupaten Gresik sendiri juga tidak peduli dengan keberadaan rusa Bawean ini. "Padahal, kami memberikan sumbangan retribusi dari karcis masuk pengunjung. Karcis masuknya Rp3.000,00 per orang.
Mengenai jumlah pengunjung, ia menyebutkan, bisa mencapai 6.000 orang pada saat liburan dan uang itu masuk untuk sumbangan PAD (pendapatan asli daerah) kabupaten, tapi apa yang diberikan pemkab Gresik untuk penangkaran ini," cetusnya.
Bantuan yang pernah dia terima dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor berupa pengembangan kandang rusa, kemudian bantuan dari Universitas Gajah Mada (UGM) berupa penkaderan, dan bantuan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur.
Sementara, untuk mencapai lokas cukup susah, karena berada di kaki Gunung Gadung dan berbatasan langsung dengan hutan konservasi Bawean itu. Bagi pengunjung luar Bawean terpaksa harus menyewa kendaraan pribadi, baik mobil atau sepeda motor, atau naik ojek untuk bisa menuju penangkaran yang sebenarnya hanya berjarak sekitar enam kilometer dari Pelabuhan Sangkapura itu, sebab tidak ada angkutan umum menuju ke sana.
Jalanya terjal dan sempit, apalagi sekitar satu kilometer sebelum lokasi penangkaran jalannya tidak beraspal, hanya bebatuan dan tanah, tidak jarang juga becek dan licin ketika musim hujan.
Menurut Sudirman, ini adalah bukti kurangnya kepedulian pemerintah terhadap pengembangan penangkaran ini. “Jalan itu dulu dibangun atas swadaya masyarakat setempat,” tandas pria yang juga pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan yaitu, Lembaga Masyarakat Berwawasan Hayati (Lembah) itu.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Suwarto mengatakan, semua jenis rusa, ketika dipamerkan tanpa diberi nama, orang menilainya akan sama saja jenis-jenis rusa itu. Untuk itu, diperlukan promosi untuk mengenalkan rusa bawean ini kepada masyarakat.
Untuk penangkaran rusa Bawean di Pudakit Barat ini, Suwarto menilai ada perkembangan, artinya berhasil mengembangbiakkan meskipun jumlahnya sedikit. “Karena penangkaran ini satu-satunya di Pulau Bawean perlu ada keterlibatan pemerintah setempat untuk mengenalkan ke masyarakat menjadi objek wisata terbatas untuk penelitian dan pendidikan. Apalagi rusa ini termasuk langka dan nyaris punah,” kata pria yang juga mantan Kabid TU BKSDA Jawa Timur itu saat berkunjung ke penangkaran rusa bawean di Pudakit Bara.
Selain itu, Suwarto meminta Sudirman supaya mengajukan usulan kepada pemerintah daerah setempat supaya lokasi penangkaran miliknnya itu menjadi salah satu bagian paket-paket wisata di Bawean. "Materi sudah ada, tinggal upaya pemerintah mengembangkannya," kata Suwarto sambil menegaskan ketika infrastruktur jalan dan listrik sudah bagus, pariwisata di Bawean tidak akan kalah dengan Bali.
JENIS-JENIS MAKANAN RUSA BAWEAN
Nama lokal :
1. Daun Anjhujhu
2. Tale Caceng
3. Daun Gundang
4. Daun Nangka
5. Daun Kenyang-kenyang
6. Daun Gheddhung
7. Rumput Gajah
8. Rumput Ladang
9. Tale Atta
10. Daun ampelas
11. Daun lambese
12. Daun andudur
13. Daun pelle
14. Daun ampere
15. Rumput lending-ledingan
16. Daun kangkung tajhin
17. Rumput lapeddhung
18. Daun kacang
19. Buah nangka
20. Buah gheddheng
21. Buah pellem dan masih banyak jenis daun,rumput, dan buah2an lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar