Jenis rusa di Indonesia adalah rusa Timor (Cerfus temurensis), rusa  Sambar (Cerfus unicalor), rusa Bawean (Axis Kuhlii), Kijang (Muntiakus  Muntjak), dan rusa Totol (Axsis Axsis). Rusa tersebut tersebar diseluruh  wilayah nusantara terutama di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan,  Sulawesi, Nusa Tenggara serta Irian jaya.
Empat jenis asli Indonesia terdiri dari rusa Timor, rusa Sambar, rusa  Bawean dan Kijang. Berdasarkan bentuk strukturnya Sambar memiliki tubuh  yang sangat besar diikuti rusa Timor dan rusa Bawean, sementara Kijang  merupakan jenis rusa yang paling kecil.
Rusa Bawean pertama kali diidentifikasi pada tahun 1845 sebagi Cervus Kuhlii. 
Bemmel (Semiadi, 1999) menyebutkan tentang klasifikasi rusa Bawean adalah sebagai berikut:
Ordo: Artiodactyla
Sub ordo: Ruminansia
Infra ordo: Pecora
Famili: Cervidae
Sub family: Cerfinae
Genus: Axis
Spesies: Axis Kuhlii 
MORFOLOGI
Morfologi rusa Bawean ( Axis Kuhlii) sebagai berikut :
1. TINGGI BADAN 60 – 70 Cm
2. PANJANG BADAN 105 – 115 Cm
3. BERAT BADAN ± 50 Kg
4. PANJANG EKOR BERKISAR 20 Cm BERWARNA COKLAT DAN KEPUTIHAN DILIPATAN BAGIAN DALAMNYA
5. CIRI ISTEMEWA LAINNYANYA ADALAH ADANYA GIGI TARING PADA RAHANG BAWAHNYA
6. BULUNYA BERWARNA COKLAT PENDEK, KECUALI PADA BAGIAN LEHER.
7. SEKITAR MATA BERWARNA PUTIH TERANG
8. DI SEKITAR MULUT BERWARNA SEDIKIT TERANG DIBANDING MUKA YANG DIPISAHKAN OLEH GARIS KEHITAMAN
9. BAHU DEPAN LEBIH RENDAH DARI PADA BAGIAN BELAKANG SEHINGGA TERKESAN MERUNDUK SEPERTI KIJANG
10. PADA ANAK RUSA SERING TERDAPAT TOTOL-TOTOL YANGA ADA DALAM WAKTU SINGKAT DAN SETELAH ITU MENGHILANG
Rusa Bawean jantan dewasa mempunyai sepasang tanduk bercabang tiga, sedangkan rusa jantan muda ranggahnya belum bercabang.
Ranggah mulai tumbuh pada saat rusa berumur 8 bulan. Mula-mula berupa  tonjolan disamping dahinya, kemudian memanjang dan tumbuh lengkap pada  umur 20-30 bulan. Selanjutnya ranggah ini akan tanggal dan digantikan  oleh sepasang ranggah yang lain dengan satu cabang demikian seterusnya  sampai tanduk tersebut lengkap bercabang tiga, yaitu pada saat rusa  berumur 7 tahun.
FISIOLOGI
Diyakini bahwa rusa Bawean tidak memiliki masa musim kimpoi yang tetap.  Dari hasil penelitian masa kelahiran anak rusa Bawean adalah di bulan  Februari hinnga Juni, dengan masa perkawianan antara bulan Juli hingga  November.
PERILAKU KAWIN
Musim kawin terjadi di bukan Juli sampai November, pada saat musim  kemarau sedang berlangsung. Masa bunting 7-8 bulan dan diharapkan anak  rusa akan lahir dimusim hujan yaitu sekitar Feburuari sampai Juni. Pada  saat ini tumbuh-tumbuhan bertunas sehingga akan tersedia cukup makanan  bagi anak dan induk yang melahirkan.
Untuk memperebutkan betina didahului dengan perkelahian diantara  pejantan-pejatan. Bekas gosokan tanduk pada batang-batang pohon  merupakan petunjuk bagi rusa betina akan adanya sang jantan. Sedangkan  rusa betina sendiri mengeluarkan cairan dari celah-celah jarinya dengan  mengandalkan penciumannya.       
PERILAKU HARIAN DI HUTAN
Kegiatan hidup rusa Bawean terutama berlangsung pada malam hari  (nocturnal). Rusa bawean aktif berkelana mulai pukul 17.00 sampai pukul  21.00 dan mulai menurunkan aktifitasnya pada pukul 02.00 dini hari  sampai pukul 05.00 pagi. Pada siang hari rusa Bawean biasanya  menghabiskan waktu untuk beristirahat.
POPULASI
Sejak pertama kali rusa Bawean ditemukan oleh para peneliti, tidak  pernah dilaporkan secara rinci keadaan populasi di habitat aslinya.  Catatan tertua yang membahas secara selintas tentang keadaan populasi  rusa Bawean ini adalah dari hasil publikasi tahun 1953. Dilaporakan  bahwa ke tika tahun 1928 dilakukan exspedisi penelitian tentang rusa ini  dihabitat aslinya, para peneliti tidak dapat menemukan sekor rusapun di  lapangan, terkecuali beberapa ranggah yang telah luluh yang dibawa oleh  masyarakat setempat. Hal ini setidaknya menggambarkan keadaan populasi  rusa yang memang mungkin rendah, disamping kemungkinan karena  perilakunya yang lebih menyukai daerah bersemak dan bersembunyi. Namun  hal ini (komunikasi peribadi) menyatakan bahwa semasa jaman kakeknya  (era 1040an) dan dirinya (era 1960an) para pemburu lokal dalam setiap  aksifitas perburuannya selalau berhasil untuk mendapatkan seekor rusa  untuk setiap pemburu. Dalam suatu kelompok pemburu adalah antara satu  hingga tiga orang. Sistem penangkapan adalah dengan cara pemasangan  jerat leher atau lubang perangkap
Walau tidak pernah dikemukakan keadaan populasi rusa yang ada dimasa  lampau. Bahwa kelestarian rusa Bawean mulai terusik sekitar tahun 1948,  ketika terjadi kelaparan. Rakyat yang biasanya berlayar dan memancing  dilaut , dengan aktifitas berburu dan berladang sebagi kegiatan  sambilan. Akhirnya mengubah sikap hidupnya menjadi pemburu penuh guna  memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu diduga bahwa gangguan terberat  pada habitat rusa Bawean sebenarnya mulai terjadi sekitar tahun 1934  karena proses deforestarasi dengan penanaman pohon jati (Tectona  garandis), yang kemudian disusul dengan penurunan populasi. Gangguan  terhadap habitat asli ini terulang kembali sekitar tahun 1960an ketika  terjadi penebangan pohon hutan, yang tersisa untuk ditanami pohon jati (  Halimi, komunikasi peribadi). Satu-satunya surfai yang paling intensif  yang pernah dilakukan guna untuk mengatuhi keadaan populasi rusa Bawean  adalah surfai yang dilakukan dari bulan September 1977 sampai Mei 1979.  Dari laporan tersebut dilaporkan bahwa populasi rusa Bawean pada saat  itu berkisar antara 200-400 ekor. Dari hasil surfai tersebut pula pada  akhirnya beberapa daerah di Pulau Bawean dijadikan kawasan lindung  catatan resmi dalam IUCN saat ini masih menggunakan data tahun 1979 yang  menyatakan bahwa dihabitat aslinya jumlah rusa Bawean diperkirakn  mencapai 400 ekor dan dalam penangkaran berjumlah 102 ekor yang berada  dikebun binatang Surabaya dan Singapura. Penurunan populasi di alam  bebas yang terjadi sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagi akibat  penurunan habitat, perburuan dan anjing liar.
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies  dewasa, IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam  kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam  kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin  Axis kuhlii ini sebagai “Appendix I”
HABITAT
Habitat merupakan tempat hidup populasi satwa liar untuk dapat  berkembang baik dengan optimal (Djuwantoko, 1986). Habitat yang ideal  bagi satwa adalah yang mencakup kebutukan biologis dan ekolologis satwa  yang bersangkutan. Artinya habitat satwa dapat memenuhi kebutuhan  biologis satwa ( makan, minum, berlindung ,bermain, berkembang biak )  dan dapat memenuhi kebutuhan ekologis dalam ekosistem.
Pulau Bawean sebagi habitat asli dari rusa Bawean, terletak 150 km  sebelah utara Surabaya, dikawasan Laut Jawa. Luas total Pulau Bawean  sekitar 190 km² dengan daerah yang bergunung (400-646 m dpl) berada di  sekitar barat dan tengah pulau. Musim kemarau berlangsung mulai bulan  Agustus hingga November dan dilanjutkan dengan musim penghujan dengan  disertai angin Berat yang kencang pada awal musim penghujan.
Bentangan pegunungan yang ada mempunyai kelerengan antara 5%-75%, namun  sejak tahun 1934 banyak areal pegunungan yang vegetasinya berganti  dengan pohon jati. Daerah inilah yang menjadi sisa habitat asli rusa  Bawean.

                PENANGKARAN
Saat ini satu-satunya tempat penangkaran hewan langka itu hanya berada  di Desa Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten  Gresik, Jawa Timur, yang dilakukan oleh warga setempat dengan dana  pribadi.
Sudirman, adalah warga yang rela mengeluarkan biaya operasinal untuk  perawatan dan pengembangbiakan rusa bawean tersebut. Lokasi penangkaran  itu itu ramai dikunjungi warga setempat atau wisatawan nusantara dan  mancanegara, baik pada liburan sekolah atau hari libur nasional lainnya.
"Biaya operasional untuk perawatan mencapai Rp 1,5 juta per bulan,"  katanya. Namun, diakui, sekalipun banyak pengunjung di hari libur,  seperti hari raya, tahun baru, atau liburan sekolah, dikenai tiket masuk  sebesar Rp3.000,00 itu belum bisa menutup biaya operasional.
"Tapi saya percaya, rusa Bawean ini adalah aset termahal, tidak hanya di  Indonesia tapi, juga di mancanegara, karena rusa ini habitat asliya di  Bawean, buktiya saat ini orang dari luar negeri datang ke sini," kata  Sudirman saat di kunjungi ditempat penangkaranya itu.
Wisatawan dari luar negeri, kata Sudirman, biasanya berasal dari  Polandia, Australia, Belgia, Perancis, Jepang, Australia, Malaysia, dan  Singapura. Kedatangan mereka ada yang sekedar berwisata ada juga yang  melakukan penelitian. "Tapi kedatangan pengunjung dari luar negeri tidak  bisa dipastikan jumlah tiap tahunnya," jelas Sudirman
Sudirman berharap ada perhatian dari pemerintah untuk pengembangan  penangkaran spesies langka ini menjadi tempat wisata pendidikan,  penelitia, dan ekowisata. "Untuk wisata edukasi sangat potensial, karena  potensi Bawean i banyak yang belum diketahui oleh masyarakat Jawa  Timur," tandasnya.
Secara bertahap, Sudirman akan memperluas areal penangkaranya meski  terpaksa dengan uang pribadinya. Saat ini luas lahan penangkaran hanya  0,7.hektare. Lahan seluas itu sangat sempit untuk populasi rusa Bawean  yang saat ini teah berjumlah 20 ekor itu, sebelas diantaranya betina,  sedangkan sembilan lainnya jantan.
"Tahun 2003, awal mula penangkaran ini dirintis dengan hanya dua ekor  rusa. Dua rusa itu dari hutan yang terlantar masuk kampung itu saya  rawat di kandang yang saya bangun di kawasan rumah saya di Pudakit  Barat, yang letaknya tidak jauh dari penangkaran ini. Tidak lama  kemudian, ada tiga ekor rusa lagi yang terlantaruntuk ditampung,  selanjutnya saya bangun penangkaran ini untuk merawat lima ekor rusa  asal hutan itu," katanya.
Dari lima ekor rusa itu sekarang kini menjadi 20 ekor, hasil perkembangbiakan secara alami di penangkaran ini," jelasnya.
Sudirman menjelaskan, selain perluasan areal kandang penangkaran,  rencananya di areal penagkaran ini akan dibangun kolam renang, lesehan  yang menyajikan makanan khas Bawean, serta taman bermain untuk  anak-anak.
"Untuk pengunjung anak-anak, selain tujuan utama mengenalkan rusa  Bawean, kita juga akan mendekatkan mereka dengan lingkungan alam,  mengajak mereka peduli dengan penghijauan, kita ajak mereka menanam  tanaman di sekitar areal penangkaran ini," ungkap pria yang juga mantan  guru di salah satu sekolah dasar di Surabaya itu.
Selain pemerintah provinsi, Pemerintah Kabupaten Gresik sendiri juga  tidak peduli dengan keberadaan rusa Bawean ini. "Padahal, kami  memberikan sumbangan retribusi dari karcis masuk pengunjung. Karcis  masuknya Rp3.000,00 per orang.
Mengenai jumlah pengunjung, ia menyebutkan, bisa mencapai 6.000 orang  pada saat liburan dan uang itu masuk untuk sumbangan PAD (pendapatan  asli daerah) kabupaten, tapi apa yang diberikan pemkab Gresik untuk  penangkaran ini," cetusnya.
Bantuan yang pernah dia terima dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  (LIPI) Bogor berupa pengembangan kandang rusa, kemudian bantuan dari  Universitas Gajah Mada (UGM) berupa penkaderan, dan bantuan dari Badan  Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur.
Sementara, untuk mencapai lokas cukup susah, karena berada di kaki  Gunung Gadung dan berbatasan langsung dengan hutan konservasi Bawean  itu. Bagi pengunjung luar Bawean terpaksa harus menyewa kendaraan  pribadi, baik mobil atau sepeda motor, atau naik ojek untuk bisa menuju  penangkaran yang sebenarnya hanya berjarak sekitar enam kilometer dari  Pelabuhan Sangkapura itu, sebab tidak ada angkutan umum menuju ke sana.
Jalanya terjal dan sempit, apalagi sekitar satu kilometer sebelum lokasi  penangkaran jalannya tidak beraspal, hanya bebatuan dan tanah, tidak  jarang juga becek dan licin ketika musim hujan.
Menurut Sudirman, ini adalah bukti kurangnya kepedulian pemerintah  terhadap pengembangan penangkaran ini. “Jalan itu dulu dibangun atas  swadaya masyarakat setempat,” tandas pria yang juga pengelola Lembaga  Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan yaitu, Lembaga Masyarakat  Berwawasan Hayati (Lembah) itu.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Tata Usaha Balai Besar Taman  Nasional Bromo Tengger Semeru, Suwarto mengatakan, semua jenis rusa,  ketika dipamerkan tanpa diberi nama, orang menilainya akan sama saja  jenis-jenis rusa itu. Untuk itu, diperlukan promosi untuk mengenalkan  rusa bawean ini kepada masyarakat.
Untuk penangkaran rusa Bawean di Pudakit Barat ini, Suwarto menilai ada  perkembangan, artinya berhasil mengembangbiakkan meskipun jumlahnya  sedikit. “Karena penangkaran ini satu-satunya di Pulau Bawean perlu ada  keterlibatan pemerintah setempat untuk mengenalkan ke masyarakat menjadi  objek wisata terbatas untuk penelitian dan pendidikan. Apalagi rusa ini  termasuk langka dan nyaris punah,” kata pria yang juga mantan Kabid TU  BKSDA Jawa Timur itu saat berkunjung ke penangkaran rusa bawean di  Pudakit Bara.
Selain itu, Suwarto meminta Sudirman supaya mengajukan usulan kepada  pemerintah daerah setempat supaya lokasi penangkaran miliknnya itu  menjadi salah satu bagian paket-paket wisata di Bawean. "Materi sudah  ada, tinggal upaya pemerintah mengembangkannya," kata Suwarto sambil  menegaskan ketika infrastruktur jalan dan listrik sudah bagus,  pariwisata di Bawean tidak akan kalah dengan Bali.
JENIS-JENIS MAKANAN RUSA BAWEAN 
Nama lokal :
1. Daun Anjhujhu
2. Tale Caceng
3. Daun Gundang
4. Daun Nangka
5. Daun Kenyang-kenyang
6. Daun Gheddhung
7. Rumput Gajah
8. Rumput Ladang
9. Tale Atta
10. Daun ampelas
11. Daun lambese
12. Daun andudur
13. Daun pelle
14. Daun ampere
15. Rumput lending-ledingan
16. Daun kangkung tajhin
17. Rumput lapeddhung
18. Daun kacang
19. Buah nangka
20. Buah gheddheng
21. Buah pellem dan masih banyak jenis daun,rumput, dan buah2an lainnya.